Syalom...
Selamat datang diblog saya dan Tuhan memberkati saudara...
Oleh sebab itu berikut ini tafsiran Kitab Matius 19:1-12:
Ketika Yesus selesai dengan pengajaran-Nya banyak orang-orang berbondong-bondong mengikuti Dia. Orang yang mengikuti Dia mengandung harapan, supaya kelak Yesus akan menyatakan kemuliaan-Nya sebagai Raja.
Dalam perjalan, mereka bertemu dengan orang-orang Farisi dan orang Farisi itu menggabungkan dirinya juga kepada rombongan itu. pada suatu ketika, dengan tidak ada alasan apa-apa, mereka datang kepada Yesus, lalu bertanya kepada-Nya" "apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? ternyata mereka mau mencobai Yesus.
Pertanyaan yang mereka ajukan kepada Yesus sangat banyak dibicarakan pada masa itu. Yang diperbolehkan ialah (Ul.24:1 yang bunyi sebagai berikut: "apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan ia menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak suka lagi kepada perempuan itu, sebab ada yang tidak senonoh didapatinya padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkan ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyerahkannya ke tanga perempuan itu, sesudah itu menyuruh ia pergi dari rumahnya".
Dari perkataan itulah maka mazhab shmmai menarik kesimpulan, bahwa orang hanya boleh memberikan sura cerai, kalau sesorang perempuan sungguh-sungguh berbuat zinah. itulah fafsiran mereka atas perkataan itu "tidak senonoh".
Tetapi mazhab Hilel mengajarkan, bahwa orang dapat memberikan surat cerai kepada istrinya karena alasan yang kecil saja, misalnya kalau nasi mental, atau kalau kurang senang hatinya melihat perempuan itu, dan sebagainya. terutama mereka menekankan perkataan "ada yang tidak senonoh padanya". kedua paham itulah yang tersiar pada masa itu, dan sebagainya.
Jadi kalau Yesus menjawab pertanyaan orang-orang Farisi itu, tentulah Ia akan memilih salah satu dari kedua paham tersebut, lalu turutlah Ia terlibat salah satu soal-jawab yang sangat sulit itu.
Tipu musilah mereka itu masih punya ekor. pada masa itu pernikahan di Palestinan sangat longgar. Orang mudah menikah, tetapi mudah pula bercerai. kalau Yesus adalah seorang Rabi yang keras, jadi sangat sukar mengikuti Dia. Sebaliknya kalau Yesus memilih pada Hilel, dapatkan mereka menuduh Dia sebagai Guru yang menganggap enteng segala sesuatu
Demikianlah mereka mau melibatkan Yesus dalam soal-jawabnya yang tak ada putus-putusnya itu dan sementara itu dapatlah kuasa-Nya diperkecil di antara orang banyak.
Tetapi Yesus tidak mau dijerat, diterangkan-Nya, bahwa "sejak semula" Allah telah suami-istri itu menjadi satu, baik badani, maupun rohani. Kesatuan itu adalah pekerjaan Allah dan suatu ikatan rahasia. Kalau suami-istri mau bercerai atau diceraikan maka pekerjaan Allahlah yang dirobeknya.
Orang-orang Farisi tidak merasa puas dengan keterangan itu. Lalu ditanyakan mengapa Musa mengatur dalam Ul.24:1, supaya "ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya.
Dalam jawab-Nya itu Yesus menerangkan, bahwa perkataan "yang tidak senonoh" tidak boleh diartikan: berzinah. Karena kalau seorang perempuan berzinah, maka tidak lagi diberikan kepadanya surat cerai.
Menurut hukum yang diatur oleh Musa, perempuan sedemikian harus dibunuh. Jadi Ul.24:1 itu lain artinya. Lagipula Musa bukan mengatur (menyuruh), supaya diberikan surat cerai, tetapi ia "mengizinkan" orang membuat surat cerai, lalu menceraikan perempuan itu, tetapi bukanlah demikian maksud Allah sejak semula.
Pernikahan pada bangsa Israel sangat longgar sejak dahulu kala, karena itu Musa membuat suatu peraturan untuk melindungi perempuan yang diceraikan itu. dengan surat cerai itu dapat dibuktikannya bahwa ia bukan lari dari suaminya, dan bukan pula berbuat zinah.
Jadi dengan demikian kehormatannya terjamin. tetapi itu bukan suatu peraturan-peraturan atau undang-undang, tetapi suatu izin yang praktis, yang perlu dibuat karena "ketegaran hatimu". Kehendak Allah ialah, supaya suami-isteri menjadi satu. "karena itu, barangsiapa menceraikan istrinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah". Karena perbuatan sedemikian berarti merobek apa yang dipersatukan Allah.
Mendengar perkataan Yesus itu, murid-murid pun sangat terharu. Yesus mengupas soal nikah dalam hubungan yang sangat luas. Orang-orang Farisi suka sekali bersoal-jawab tentang nikah dan tentang tafsiran Kitab Ul.24:1. Yesus tidak mau bersoal-jawab, tetapi dibentangkan-Nya bagaimana kehendak Allah.
Lalu murid-murid itu berkata kepada Yesus: "Jika demikian halnya antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin." Baiklah orang jangan kawin, supaya jangan jatuh ke dalam pencobaan. Rupanya mereka tidak mengerti, bahwa tinggal membujang tidak kurang bahayanya.
Lalu Yesus membentulkan pendapat mereka. Mereka manganggap nikah sebagai suatu peraturan Allah yang sukar sekali. Kata Yesus: 'bukan itu yang terpenting. Nikah itu bukanlah suatu beban yang berat, tetapi ada maksud Allah dengan itu. Tetapi tidak semua orang mengertinya, hanyalah orang-orang yang dikaruniai saja.
Daftar Pustaka
D.H.Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah, (Gunung Mulia, 2004).
0 Komentar